Laman

Kamis, 11 Juni 2009

Pemilu - pemilihan presiden

Golkar Pecah, Suara JK Jeblok
Pengurus Golkar tak sepenuhnya mendukung Jusuf Kalla. Kekalahan yang sudah diprediksi.
Kamis, 9 Juli 2009, 13:47 WIB
Nurlis E. Meuko

VIVAnews -- "Kau di sana, aku di sini," kata Fahmi Idris, Ketua Golkar, di tvOne, Kamis 9 Juli 2009. Begitulah dia menamsilkan terbelahnya suara Golkar dalam pemilihan presiden 2009 ini. "Buah semangka berdaun sirih," dia melanjutkan. Akibatnya, perolehan suara calon presiden dari partai Golkar (Jusuf Kalla - Wiranto) jeblok.

Berada di urutan paling buncit, menurut hitungan cepat sejumlah lembaga survei perolehan pasangan JK-Win hanya berkisar 12 persen. Sangat jauh dibandingkan perolehan suara pasangan Susilo Bambang Yudhoyono - Boediono yang mencapai 60 persen. Adapun pasangan Megawati - Prabowo bertengger diurutan kedua yaitu 27 persen.

Fahmi yang adalah Ketua Tim Sukses JK-Win ini mengatakan keberpihakan sejumlah tokoh Golkar ke pasangan SBY-Boediono bukanlah dilakukan secara diam-diam. Namun dia tak mempermasalahkannya. "Itulah demokrasi, semua bebas memilih. Pak JK juga tak mempermasalahkannya," kata Fahmi.

Perpecahan di tubuh Golkar ini memang sudah menyembul sejak Surya Paloh, Ketua Dewan Penasehat Golkar, bergandeng tangan dengan Taufik Kiemas, tokoh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Mereka ingin menduetkan Megawati Soekarnoputri (Ketua Umum PDIP) dengan Sri Sultan Hamengku Buwono X (Wakil Ketua Dewan Penasehat Golkar) untuk maju pada pilpres 2009 ini.

Sementara sebagian petinggi Golkar lainnya, seperti Muladi, lebih memilih Golkar tetap bersama Partai Demokrat. Yaitu mengajukan JK kembali menjadi pasangan SBY. Di antara dua kelompok ini kerab saling menyindir secara terbuka. Puncaknya hingga ke perseteruan antara Paloh dan Muladi.

Belakangan sejumlah pemimpin Golkar dari daerah meminta JK maju menjadi calon presiden disokong sejumlah elit Golkar. Setelah pemilu legislatif pada 9 April 2009, Golkar memutuskan menduetkan JK-Wiranto. Keputusan itu jelas disokong setengah hati. Bahkan 51 Ketua DPD tingkat II Partai Golkar juga menolak keputusan itu. Mereka lebih suka berkoalisi dengan Partai Demokrat.

Maklum, peluang JK sangat tipis untuk memenangkan pemilihan. Sejumlah survei menunjukkan pemilih JK sangat kecil. Cuma dapat 4 persen suara, sedangkan SBY mencapai 49,6 persen dan Megawati 14,1 persen. Survei ini dilakukan Lembaga Survei Indonesia saat pemilu legislatif 9 April 2009.

Itulah sebabnya Gubernur dan Ketua Golkar Gorontalo Fadel Muhammad mengatakan lebih suka Golkar menjadi mitra Demokrat. Begitu juga Wakil Ketua Umum Agung Laksono dan Muladi. "Yang penting Golkar kembali pada identitasnya sebagai partai besar," kata Surya waktu itu.

Maka Golkar pun nya. Surya memang sedari awal menginginkan Golkar mengajukan calon presiden sendiri. "Ya mau bagaimana lagi," kata Muladi. Dia mengeluh, Golkar mengambil keputusan tidak memakai logika yang dingin. “Dipenuhi emosi. Harga diri partai sangat menonjol di sini,” katanya.

Harga diri partai itu memang harus dibayar mahal. Menurut hasil hitungan cepat sejumlah lembaga survei, pasangan JK-Wiranto memperoleh suara sangat jeblok. Angka 12 persen yang diperoleh pasangan ini lebih kecil dibandingkan perolehan suara partai Golkar pada pemilu legislatif, mencapai 15 persen.

Inilah yang menyebabkan muncul desakan munaslub Golkar. Misalnya datang dari Akbar Tandjung, mantan Ketua Umum Golkar. Tentu bertujuan mendepak Jusuf Kalla dari Ketua Umum Golkar. "Jangan singgung dulu munaslub," kata Sultan Hamengku Buwono X. "Hasil pemilu presiden tahun ini hendaknya dijadikan ajang intrespeksi jajaran Partai Golkar di seluruh Indonesia."

VIVAnews

Tidak ada komentar:

SOCIAL MEDIA

SEPAK BOLA- NASIONAL

TEKNO

Entri Populer